Jumat, 17 Juni 2011

Panca Prasetia KORPRI

KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
KAMI ANGGOTA KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA ADALAH INSAN YANG
BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA:
1. SETIA DAN TAAT KEPADA NEGARA KESATUAN DAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945;
2. MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN BANGSA DAN NEGARA,SERTA MEMEGANG
TEGUH RAHASIA JABATAN DAN RAHASIA NEGARA;
3. MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN NEGARA DAN MASYARAKAT DIATAS KEPENTINGAN
PRIBADI DAN GOLONGAN;
4. BERTEKAD TERUS MEMELIHARA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA SERTA
KESETIAKAWANAN KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA ;
5. BERJUANG DENGAN JUJUR MENEGAKAN KEADILAN,
MENINGKATKANKESEJAHTERAAN DAN PROFESIONALISME

SEJARAH KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KORPRI)

Korps Pegawai Republik Indonesia merupakan suatu organisasi profesi beranggotakan seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah non Departemen. Korpri berdiri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 82 Tahun 1971, 29 November 1971
Korpri dibentuk dalam rangka upaya meningkatkan kinerja, pengabdian dan netralitas Pegawai Negeri, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih dapat berdayaguna dan berhasil guna.
Korpri merupakan organisasi ekstra struktural, secara fungsional tidak bisa terlepas dari kedinasan maupun di luar kedinasan. Sehingga keberadaan Korpri sebagai wadah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat harus mampu menunjang pencapaian tugas pokok institusi tempat mengabdi.
Latar belakang sejarah Korpri sangatlah panjang, pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi putera. Kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.
Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada  tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI, kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator).
Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat. Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai. Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri. Sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan  terbukti mengganggu pelayanan publik. PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai. PNS pun menjadi terkotak-kotak.
Prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan. Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana ia berasal. Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945. Akan tetapi dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar. Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Melalui Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa … Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3). Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis. 
Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang Korpri. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, Korpri “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2). Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”.
Akan tetapi Korpri kembali menjadi alat politik. UU No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai. Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.
Memasuki Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas Korpri, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa Korpri harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya Korpri dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri.
Setelah Reformasi dengan demikian Korpri bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik. Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad Korpri untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme. Senantiasa berpegang teguh pada Panca Prasetya Korpri
PP Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS yang ingin jadi anggota Parpol. Dengan adanya ketentuan di dalam PP ini membuat anggota Korpri tidak dimungkinkan untuk ikut dalam kancah partai politik apapun. Korpri hanya bertekad berjuang untuk mensukseskan tugas negara, terutama dalam melaksanakan pengabdian bagi masyarakat dan negara

http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=47:korpti&id=77:korpri&Itemid=30

Senin, 06 Juni 2011

PUASA-PUASA SUNNAT SEPANJANG TAHUN

  1. Puasa enam hari dalam bulan Syawal Keutamaannya sangat besar sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w.: “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa (sunnat) enam hari dalam bulan Syawal adalah seperti puasa selama setahun.” (H.R. Muslim).  Cara melakukannya yang terbaik (afdal) secara berturut-turut dan dimulai pada hari kedua bulan Syawal, tetapi boleh dan sah dengan tidak berturut-turut, misalnya sehari puasa dua hari tidak, kemudian puasa lagi, asalkan genap enam hari didalam bulan Syawal.
  2.  Puasa hari ‘Arafah (9 Zulhijjah) Disunatkan kepada orang yang tidak melakukan ibadah haji, sebagaimana dijelaskan hadith dari Abi Qatadah r.a. ujarnya, Rasullullah s.a.w. telah ditanya oleh sahabat mengenai puasa hari ‘Arafah, sabda beliau SAW: “Ia menghapuskan dosa setahun yang lalu dan tahun-tahun kemudiannya.” (H.R. Muslim dan al-Turmuzi). Meneruskan hadith dari Abi Qatadah r.a. bahwa Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa pada hari ‘Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.” (H.R. Muslim)
  3. Puasa pada bulan Muharram Dari Abi Hurairah r.a., telah bersabda Rasullullah s.a.w.: “Seafdal-afdal puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu bulan Muharram dan seafdal-afdal sholat setelah sholat fardhu adalah sholat malam.” (H.R. Muslim)
  4. Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) Dari Abi Qatadah r.a. bahwasanya Rasullullah s.a.w. telah ditanya mengenai puasa hari ‘Asyura (yakni hari ke-10 bulan Muharram) maka sabda Baginda s.a.w.: “Ia akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim)
  5. Puasa hari Tasu’a (Tanggal 9 Muharram) Ia disunatkan, namun Rasullullah s.a.w. belum sempat mengerjakannya, Baginda s.a.w. pernah bersabda: “Sesungguhnya jika aku hidup pada tahun depan, aku akan berpuasa pada 9 Muharram,.” (H.R. Muslim & Ahmad). Sabda Nabi Muhammad s.a.w: “Berpuasalah pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan janganlah menyamai perbuatan orang Yahudi; oleh karena itu berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudahnya.” (H.R. Imam Ahmad).
  6. Puasa bulan Sya’aban Dari Usamah bin Zaid r.a., aku berkata: “Wahai Rasullullah, tidak saya lihat tuan berpuasa satu bulan pada bulan-bulan (dalam setahun selain Ramadhan) seperti tuan berpuasa pada bulan Sya’aban.” Sabda Rasullullah s.a.w.: “Bulan ini (yakni bulan Sya’aban) ialah bulan yang manusia lalai padanya antara Rajab dan Ramadhan, pada hal ia (yakni bulan Sya’aban) adalah bulan diangkat amalan kepada Tuhan seru sekelian alam, maka aku suka amalanku diangkat dan aku berpuasa.” (H.R An-Nasai). Ummu Salamah r.a. berkata: “Tidak pernah aku lihat Rasullullah s.a.w. berpuasa dua bulan berturut-turut melainkan pada bulan Sya’aban dan Ramadhan.” (H.R al-Turmuzi).
  7. Puasa pada hari Senin dan Kamis Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasullullah s.a.w.: “Diperlihatkan (kehadrat Allah s.w.t.) segala amalan itu pada hari Senin dan Kamis, saya suka ketika diperlihatkan amalan-amalanku itu sedang aku berpuasa.” (H.R al-Turmuzi). Menurut riwayat Muslim diterima daripada Abu Qatadah, pernah ditanyakan kepada Rasullullah s.a.w. tentang puasa pada hari Senin, maka Baginda s.a.w. menjawab dengan sabdanya: Itulah hari yang padanya aku dilahirkan, padanya aku dibangkitkan menajdi Rasul dan padanya Al-Quran diturunkan kepadaku.” (Subul al-Salam).
  8. Puasa tiga hari pada setiap bulan Hijriah Diriwayatkan oleh Muslim daripada Abi Qatadah, bahawasanya Baginda Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa tiga hari pada setiap bulan, Ramadhan ke Ramadhan itulah puasa sepanjang masa". Mengenai berpuasa tiga hari pada setiap bulan, ada beberapa pendapat Ulama. Antaranya dikatakan puasa tiga hari itu ialah puasa pada 13,14 dan 15. Inilah pendapat kebanyakkan Ulama, antara lain Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Zar, al-Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan Ishaq. Sementara al-Nakha’i berpendapat, puasa tiga hari pada akhir bulan.
  9. Sehari Puasa Sehari Tidak Puasa Hadith dari Abdullah bin ‘Amru ibnu al-’As r.a. bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Telah sampai berita kepadaku bahwa anda berpuasa pada waktu siang dan berjaga (karena beribadah) waktu malam. Jangan buat demikian karena untuk jasadmu atas dirimu ada bagiannya, untuk matamu atas dirimu ada bagiannya dan untuk isterimu ada bagiannya. Puasalah dan berbukalah. Puasa tiga hari pada setiap bulan, maka dengan demikian anda mendapat pahala sepanjang tahun.” Aku berkata: ” Wahai Rasullullah, aku mempunyai kekuatan (keupayaan untuk berpuasa). Sabda Baginda Rasullullah s.a.w. “Maka berpuasalah seperti puasa Nabi Daud a.s. iaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin ‘Amru ibnu al’As, telah bersabda Rasullullah sa.w.: “Puasa yang paling disukai oleh Allah s.w.t. ialah puasa Nabi Daud dan sholat yang paling disukai Allah s.w.t. ialah sholat Nabi Daud, baginda tidur separuh malam dan bangun beribadah sepertiga malam dan tidur seperempat malam dan baginda berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim)

PUASA-PUASA SUNNAT SEPANJANG TAHUN oleh Zulkifli Amrizal pada 15 November 2010 jam 8:50 Puasa enam hari dalam bulan Syawal Keutamaannya sangat besar sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w.: “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa (sunnat) enam hari dalam bulan Syawal adalah seperti puasa selama setahun.” (H.R. Muslim). Cara melakukannya yang terbaik (afdal) secara berturut-turut dan dimulai pada hari kedua bulan Syawal, tetapi boleh dan sah dengan tidak berturut-turut, misalnya sehari puasa dua hari tidak, kemudian puasa lagi, asalkan genap enam hari didalam bulan Syawal. Puasa hari ‘Arafah (9 Zulhijjah) Disunatkan kepada orang yang tidak melakukan ibadah haji, sebagaimana dijelaskan hadith dari Abi Qatadah r.a. ujarnya, Rasullullah s.a.w. telah ditanya oleh sahabat mengenai puasa hari ‘Arafah, sabda beliau SAW: “Ia menghapuskan dosa setahun yang lalu dan tahun-tahun kemudiannya.” (H.R. Muslim dan al-Turmuzi). Meneruskan hadith dari Abi Qatadah r.a. bahwa Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa pada hari ‘Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.” (H.R. Muslim) Puasa pada bulan Muharram Dari Abi Hurairah r.a., telah bersabda Rasullullah s.a.w.: “Seafdal-afdal puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu bulan Muharram dan seafdal-afdal sholat setelah sholat fardhu adalah sholat malam.” (H.R. Muslim) Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) Dari Abi Qatadah r.a. bahwasanya Rasullullah s.a.w. telah ditanya mengenai puasa hari ‘Asyura (yakni hari ke-10 bulan Muharram) maka sabda Baginda s.a.w.: “Ia akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim) Puasa hari Tasu’a (Tanggal 9 Muharram) Ia disunatkan, namun Rasullullah s.a.w. belum sempat mengerjakannya, Baginda s.a.w. pernah bersabda: “Sesungguhnya jika aku hidup pada tahun depan, aku akan berpuasa pada 9 Muharram,.” (H.R. Muslim & Ahmad). Sabda Nabi Muhammad s.a.w: “Berpuasalah pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan janganlah menyamai perbuatan orang Yahudi; oleh karena itu berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudahnya.” (H.R. Imam Ahmad). Puasa bulan Sya’aban Dari Usamah bin Zaid r.a., aku berkata: “Wahai Rasullullah, tidak saya lihat tuan berpuasa satu bulan pada bulan-bulan (dalam setahun selain Ramadhan) seperti tuan berpuasa pada bulan Sya’aban.” Sabda Rasullullah s.a.w.: “Bulan ini (yakni bulan Sya’aban) ialah bulan yang manusia lalai padanya antara Rajab dan Ramadhan, pada hal ia (yakni bulan Sya’aban) adalah bulan diangkat amalan kepada Tuhan seru sekelian alam, maka aku suka amalanku diangkat dan aku berpuasa.” (H.R An-Nasai). Ummu Salamah r.a. berkata: “Tidak pernah aku lihat Rasullullah s.a.w. berpuasa dua bulan berturut-turut melainkan pada bulan Sya’aban dan Ramadhan.” (H.R al-Turmuzi). Puasa pada hari Senin dan Kamis Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasullullah s.a.w.: “Diperlihatkan (kehadrat Allah s.w.t.) segala amalan itu pada hari Senin dan Kamis, saya suka ketika diperlihatkan amalan-amalanku itu sedang aku berpuasa.” (H.R al-Turmuzi). Menurut riwayat Muslim diterima daripada Abu Qatadah, pernah ditanyakan kepada Rasullullah s.a.w. tentang puasa pada hari Senin, maka Baginda s.a.w. menjawab dengan sabdanya: Itulah hari yang padanya aku dilahirkan, padanya aku dibangkitkan menajdi Rasul dan padanya Al-Quran diturunkan kepadaku.” (Subul al-Salam). Puasa tiga hari pada setiap bulan Hijriah Diriwayatkan oleh Muslim daripada Abi Qatadah, bahawasanya Baginda Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa tiga hari pada setiap bulan, Ramadhan ke Ramadhan itulah puasa sepanjang masa". Mengenai berpuasa tiga hari pada setiap bulan, ada beberapa pendapat Ulama. Antaranya dikatakan puasa tiga hari itu ialah puasa pada 13,14 dan 15. Inilah pendapat kebanyakkan Ulama, antara lain Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Zar, al-Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan Ishaq. Sementara al-Nakha’i berpendapat, puasa tiga hari pada akhir bulan. Sehari Puasa Sehari Tidak Puasa Hadith dari Abdullah bin ‘Amru ibnu al-’As r.a. bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Telah sampai berita kepadaku bahwa anda berpuasa pada waktu siang dan berjaga (karena beribadah) waktu malam. Jangan buat demikian karena untuk jasadmu atas dirimu ada bagiannya, untuk matamu atas dirimu ada bagiannya dan untuk isterimu ada bagiannya. Puasalah dan berbukalah. Puasa tiga hari

  1. Puasa enam hari dalam bulan Syawal Keutamaannya sangat besar sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w.: “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa (sunnat) enam hari dalam bulan Syawal adalah seperti puasa selama setahun.” (H.R. Muslim).  Cara melakukannya yang terbaik (afdal) secara berturut-turut dan dimulai pada hari kedua bulan Syawal, tetapi boleh dan sah dengan tidak berturut-turut, misalnya sehari puasa dua hari tidak, kemudian puasa lagi, asalkan genap enam hari didalam bulan Syawal.
  2.  Puasa hari ‘Arafah (9 Zulhijjah) Disunatkan kepada orang yang tidak melakukan ibadah haji, sebagaimana dijelaskan hadith dari Abi Qatadah r.a. ujarnya, Rasullullah s.a.w. telah ditanya oleh sahabat mengenai puasa hari ‘Arafah, sabda beliau SAW: “Ia menghapuskan dosa setahun yang lalu dan tahun-tahun kemudiannya.” (H.R. Muslim dan al-Turmuzi). Meneruskan hadith dari Abi Qatadah r.a. bahwa Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa pada hari ‘Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.” (H.R. Muslim)
  3. Puasa pada bulan Muharram Dari Abi Hurairah r.a., telah bersabda Rasullullah s.a.w.: “Seafdal-afdal puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu bulan Muharram dan seafdal-afdal sholat setelah sholat fardhu adalah sholat malam.” (H.R. Muslim)
  4. Puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) Dari Abi Qatadah r.a. bahwasanya Rasullullah s.a.w. telah ditanya mengenai puasa hari ‘Asyura (yakni hari ke-10 bulan Muharram) maka sabda Baginda s.a.w.: “Ia akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim)
  5. Puasa hari Tasu’a (Tanggal 9 Muharram) Ia disunatkan, namun Rasullullah s.a.w. belum sempat mengerjakannya, Baginda s.a.w. pernah bersabda: “Sesungguhnya jika aku hidup pada tahun depan, aku akan berpuasa pada 9 Muharram,.” (H.R. Muslim & Ahmad). Sabda Nabi Muhammad s.a.w: “Berpuasalah pada hari ‘Asyura (10 Muharram) dan janganlah menyamai perbuatan orang Yahudi; oleh karena itu berpuasalah sehari sebelum dan sehari sesudahnya.” (H.R. Imam Ahmad).
  6. Puasa bulan Sya’aban Dari Usamah bin Zaid r.a., aku berkata: “Wahai Rasullullah, tidak saya lihat tuan berpuasa satu bulan pada bulan-bulan (dalam setahun selain Ramadhan) seperti tuan berpuasa pada bulan Sya’aban.” Sabda Rasullullah s.a.w.: “Bulan ini (yakni bulan Sya’aban) ialah bulan yang manusia lalai padanya antara Rajab dan Ramadhan, pada hal ia (yakni bulan Sya’aban) adalah bulan diangkat amalan kepada Tuhan seru sekelian alam, maka aku suka amalanku diangkat dan aku berpuasa.” (H.R An-Nasai). Ummu Salamah r.a. berkata: “Tidak pernah aku lihat Rasullullah s.a.w. berpuasa dua bulan berturut-turut melainkan pada bulan Sya’aban dan Ramadhan.” (H.R al-Turmuzi).
  7. Puasa pada hari Senin dan Kamis Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasullullah s.a.w.: “Diperlihatkan (kehadrat Allah s.w.t.) segala amalan itu pada hari Senin dan Kamis, saya suka ketika diperlihatkan amalan-amalanku itu sedang aku berpuasa.” (H.R al-Turmuzi). Menurut riwayat Muslim diterima daripada Abu Qatadah, pernah ditanyakan kepada Rasullullah s.a.w. tentang puasa pada hari Senin, maka Baginda s.a.w. menjawab dengan sabdanya: Itulah hari yang padanya aku dilahirkan, padanya aku dibangkitkan menajdi Rasul dan padanya Al-Quran diturunkan kepadaku.” (Subul al-Salam).
  8. Puasa tiga hari pada setiap bulan Hijriah Diriwayatkan oleh Muslim daripada Abi Qatadah, bahawasanya Baginda Rasullullah s.a.w. bersabda: “Puasa tiga hari pada setiap bulan, Ramadhan ke Ramadhan itulah puasa sepanjang masa". Mengenai berpuasa tiga hari pada setiap bulan, ada beberapa pendapat Ulama. Antaranya dikatakan puasa tiga hari itu ialah puasa pada 13,14 dan 15. Inilah pendapat kebanyakkan Ulama, antara lain Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Zar, al-Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan Ishaq. Sementara al-Nakha’i berpendapat, puasa tiga hari pada akhir bulan.
  9. Sehari Puasa Sehari Tidak Puasa Hadith dari Abdullah bin ‘Amru ibnu al-’As r.a. bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Telah sampai berita kepadaku bahwa anda berpuasa pada waktu siang dan berjaga (karena beribadah) waktu malam. Jangan buat demikian karena untuk jasadmu atas dirimu ada bagiannya, untuk matamu atas dirimu ada bagiannya dan untuk isterimu ada bagiannya. Puasalah dan berbukalah. Puasa tiga hari pada setiap bulan, maka dengan demikian anda mendapat pahala sepanjang tahun.” Aku berkata: ” Wahai Rasullullah, aku mempunyai kekuatan (keupayaan untuk berpuasa). Sabda Baginda Rasullullah s.a.w. “Maka berpuasalah seperti puasa Nabi Daud a.s. iaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah bin ‘Amru ibnu al’As, telah bersabda Rasullullah sa.w.: “Puasa yang paling disukai oleh Allah s.w.t. ialah puasa Nabi Daud dan sholat yang paling disukai Allah s.w.t. ialah sholat Nabi Daud, baginda tidur separuh malam dan bangun beribadah sepertiga malam dan tidur seperempat malam dan baginda berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari dan Muslim)