Minggu, 13 Januari 2013

UU NO 13 TAHUN 2011 sekilas


UU NO 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
Pasal 2
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keadilan sosial;
c. nondiskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
Pasal 3
Fakir miskin berhak:
a.    memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan
b.   perumahan;
c.    memperoleh pelayanan kesehatan;
d.   memperoleh pendidikan yang dapat meningkatkan
e.    martabatnya;
f.     mendapatkan perlindungan sosial dalam
g.    membangun, mengembangkan, dan memberdayakan
h.   diri dan keluarganya sesuai dengan karakter
i.     budayanya;
j.     mendapatkan pelayanan sosial melalui jaminan
k.   sosial, pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial
l.     dalam membangun, mengembangkan, serta
m.  memberdayakan diri dan keluarganya;
n.   memperoleh derajat kehidupan yang layak;
o.    memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
i.             meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan; dan memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.

Pasal 6
Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.

Pasal 7
(1) Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk:
a.    pengembangan potensi diri;
b.   bantuan pangan dan sandang;
c.    penyediaan pelayanan perumahan;
d.   penyediaan pelayanan kesehatan;
e.    penyediaan pelayanan pendidikan;
f.     penyediaan akses kesempatan kerja dan
a.    berusaha;
g.    bantuan hukum; dan/atau
h.   pelayanan sosial.

Pasal 17
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan akses kesempatan kerja dan berusaha,
yang dilakukan melalui upaya:
a.    penyediaan informasi lapangan kerja;
b.   pemberian fasilitas pelatihan dan keterampilan;
c.    peningkatan akses terhadap pengembangan usaha
a.    mikro; dan/atau
d.   penyediaan fasilitas bantuan permodalan.

Pasal 22
Upaya penanganan fakir miskin di wilayah perkotaan
dilakukan melalui:
a.    penyediaan sumber mata pencaharian di bidang
e.    usaha sektor informal;
b.   bantuan permodalan dan akses pemasaran hasil
f.     usaha;
c.    pengembangan lingkungan pemukiman yang sehat;
g.    dan/atau
d.   peningkatan rasa aman dari tindak kekerasan dan
h.   kejahatan.

Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 31
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin,
pemerintah daerah kabupaten/kota bertugas:
a.    memfasilitasi, mengoordinasikan, dan
menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan,
strategi, dan program penyelenggaraan
penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan
kebijakan provinsi dan kebijakan nasional;
b.   melaksanakan pemberdayaan pemangku
kepentingan dalam penanganan fakir miskin
pada tingkat kabupaten/kota;
c.    melaksanakan pengawasan dan pengendalian
terhadap kebijakan, strategi, serta program
dalam penanganan fakir miskin pada tingkat
kabupaten/kota;
d.   mengevaluasi kebijakan, strategi, dan program
pada tingkat kabupaten/kota;
e.    menyediakan sarana dan prasarana bagi
penanganan fakir miskin;
f.     mengalokasikan dana yang cukup dan memadai
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk menyelenggarakan penanganan fakir
miskin.

Pasal 41
(1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan
dan pengawasan penanganan fakir miskin.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh:
a. badan usaha;
b. organisasi kemasyarakatan;
c. perseorangan;
d. keluarga;
e. kelompok;
f. organisasi sosial;
g. yayasan;
h. lembaga swadaya masyarakat;
i. organisasi profesi; dan/atau
j. pelaku usaha.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
Setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan
validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).

Pasal 43
(1) Setiap orang yang menyalahgunakan dana
penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Korporasi yang menyalahgunakan dana penanganan
fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
dipidana dengan denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).