UU NO 13 TAHUN 2011 TENTANG
PENANGANAN FAKIR MISKIN
Pasal 2
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. keadilan sosial;
c. nondiskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
Pasal 3
Fakir miskin berhak:
a.
memperoleh
kecukupan pangan, sandang, dan
b.
perumahan;
c.
memperoleh
pelayanan kesehatan;
d.
memperoleh
pendidikan yang dapat meningkatkan
e.
martabatnya;
f.
mendapatkan
perlindungan sosial dalam
g.
membangun,
mengembangkan, dan memberdayakan
h.
diri
dan keluarganya sesuai dengan karakter
i.
budayanya;
j.
mendapatkan
pelayanan sosial melalui jaminan
k.
sosial,
pemberdayaan sosial, dan rehabilitasi sosial
l.
dalam
membangun, mengembangkan, serta
m. memberdayakan diri dan keluarganya;
n.
memperoleh
derajat kehidupan yang layak;
o.
memperoleh
lingkungan hidup yang sehat;
i.
meningkatkan
kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan; dan memperoleh pekerjaan dan
kesempatan berusaha.
Pasal 6
Sasaran penanganan fakir miskin
ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d.
masyarakat.
Pasal 7
(1) Penanganan fakir miskin
dilaksanakan dalam bentuk:
a.
pengembangan
potensi diri;
b.
bantuan
pangan dan sandang;
c.
penyediaan
pelayanan perumahan;
d.
penyediaan
pelayanan kesehatan;
e.
penyediaan
pelayanan pendidikan;
f.
penyediaan
akses kesempatan kerja dan
a.
berusaha;
g.
bantuan
hukum; dan/atau
h.
pelayanan
sosial.
Pasal 17
Pemerintah dan pemerintah daerah
bertanggung jawab
menyediakan akses kesempatan kerja
dan berusaha,
yang dilakukan melalui upaya:
a.
penyediaan
informasi lapangan kerja;
b.
pemberian
fasilitas pelatihan dan keterampilan;
c.
peningkatan
akses terhadap pengembangan usaha
a.
mikro;
dan/atau
d.
penyediaan fasilitas bantuan permodalan.
Pasal 22
Upaya penanganan fakir miskin di
wilayah perkotaan
dilakukan melalui:
a.
penyediaan
sumber mata pencaharian di bidang
e.
usaha
sektor informal;
b.
bantuan
permodalan dan akses pemasaran hasil
f.
usaha;
c.
pengembangan
lingkungan pemukiman yang sehat;
g.
dan/atau
d.
peningkatan
rasa aman dari tindak kekerasan dan
h.
kejahatan.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 31
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan
fakir miskin,
pemerintah daerah kabupaten/kota
bertugas:
a.
memfasilitasi,
mengoordinasikan, dan
menyosialisasikan
pelaksanaan kebijakan,
strategi,
dan program penyelenggaraan
penanganan
kemiskinan, dengan memperhatikan
kebijakan
provinsi dan kebijakan nasional;
b.
melaksanakan
pemberdayaan pemangku
kepentingan
dalam penanganan fakir miskin
pada
tingkat kabupaten/kota;
c.
melaksanakan
pengawasan dan pengendalian
terhadap
kebijakan, strategi, serta program
dalam
penanganan fakir miskin pada tingkat
kabupaten/kota;
d.
mengevaluasi
kebijakan, strategi, dan program
pada
tingkat kabupaten/kota;
e.
menyediakan
sarana dan prasarana bagi
penanganan
fakir miskin;
f.
mengalokasikan
dana yang cukup dan memadai
dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk
menyelenggarakan penanganan fakir
miskin.
Pasal 41
(1) Masyarakat berperan serta dalam
penyelenggaraan
dan pengawasan penanganan fakir
miskin.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan oleh:
a. badan usaha;
b. organisasi kemasyarakatan;
c. perseorangan;
d. keluarga;
e. kelompok;
f. organisasi sosial;
g. yayasan;
h. lembaga swadaya masyarakat;
i. organisasi profesi; dan/atau
j. pelaku usaha.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
Setiap orang yang memalsukan data
verifikasi dan
validasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Pasal 43
(1) Setiap orang yang menyalahgunakan
dana
penanganan fakir miskin sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 38, dipidana dengan
pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(2) Korporasi yang menyalahgunakan
dana penanganan
fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38,
dipidana dengan denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta
rupiah).