Jumat, 15 April 2011

PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berperan penting dalam penyusunan regulasi di bidang pengadaan barang/jasa publik. Salah satu diantaranya adalah penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk menggantikan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Perpres tersebut ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 6 Agustus 2010 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan Terdapat beberapa alasan di balik pergantian payung hukum pengadaan tersebut. Diantaranya, masih belum sepenuhnya terwujud efisiensi belanja negara dan persaingan sehat melalui pengadaan barang/jasa pemerintah, sistem pengadaan barang/jasa pemerintah juga belum mampu mendorong percepatan pelaksanaan belanja barang dan belanja modal dalam APBN/APBD; sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah belum mampu mendorong inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industri dalam negeri; masih adanya multitafsir dalam payung hukum sebelumnya; perlunya aturan, sistem, metode dan prosedur pengadaan yang lebih sederhana, namun tetap menjaga
koridor good governance; serta perlunya mendorong reward and punishment lebih baik dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. Terbitnya Perpres Nomor 54 diharapkan mendorong terciptanya iklim
persaingan yang sehat; efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD; tersedianya aturan, sistem, metode dan prosedur lelang yang lebih sederhana dengan tetap memperhatikan good governance; tumbuh berkembangnya proses inovasi, suburnya ekonomi kreatif, dan kemandirian industri; terciptanya sistem reward &  punishment yang lebih
adil; adanya kepastian aturan yang
sebelumnya dianggap belum jelas.
Sebagai peraturan yang menggantikan
Keppres Nomor 80, Perpres Nomor
54 memuat sejumlah butir perubahan
yang membedakannya dengan aturan
sebelumnya. Diantaranya keharusan
pengadaan yang didanai Pinjaman
dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
mengikuti aturan pengadaan nasional;
kewajiban pembentukan Unit Layanan
Pengadaan (ULP) secara permanen dan
profesional paling lambat tahun 2014;
dan keharusan melaksanakan lelang
secara elektronik (e-procurement) paling
lambat tahun 2012.
Perpres Nomor 54 juga memberikan
kewenangan dan tanggung jawab yang
lebih besar kepada Pengguna Anggaran
(PA); keberpihakan pada usaha kecil
melalui pemberian nilai paket yang bisa
diikutinya menjadi Rp 2,5 miliar dari
sebelumnya Rp 1 miliar; meningkatkan
batas nilai Pengadaan Langsung untuk
barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya hingga Rp 100 juta dan untuk
Jasa Konsultansi Rp 50 juta serta
pelelangan/seleksi sederhana sampai
dengan 200 juta; memperkenalkan
metode sayembara/kontes untuk
pengadaan barang/jasa hasil
kreativitas, gagasan, inovasi,
riset, dan produk-produk
seni-budaya atau bersifat
spesifik dan harga satuannya
tidak bisa ditentukan; dan
menjamin fleksibilitas lebih baik dalam
menghadapi bencana dan keadaan
darurat meski tetap tetap dikenakan
audit.
Seiring dengan harapan pemerintah
untuk mendorong kapasitas dan kinerja
industri dalam negeri, Perpres Nomor
54 juga menekankan pengadaan secara
swakelola dan pengadaan alat utama
sistem senjata (alutsista) TNI dan alat
material khusus (almatsus) Polri untuk
semaksimal mungkin dipenuhi oleh
industri pertahanan dalam negeri
dengan harapan bisa menciptakan
kemandirian industri pertahanan
dalam negeri. Kecuali industri domestik
belum mampu memproduksinya, bisa
disediakan oleh prinsipal luar negeri
dengan syarat bekerjasama dengan
lembaga riset-industri pertahanan
untuk alih pengetahuan. Perpres juga
memperkenalkan perkembangan
sejumlah aspek pengadaan barang/jasa
pemerintah seperti diperkenalkannya
model penyediaan kontrak payung;
keikutsertaan perusahaan asing;
sanggah dan sanggah banding; konsep
pengadaan barang/jasa yang ramah
lingkungan (green
procurement).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ya ya ya